PEKANBARU (PesisirRiau.Com) – PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang menimpa pekerja sub kontraktor di enam perusahaan. Ditambah lagi, kecelakaan kerja ketujuh menyebabkan pekerja meninggal di tempat di Wilayah Kerja (WK) Rokan PHR.
Terhadap hal itu, kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus Riau, mengungkapkan setahun perjalanan Blok Rokan hingga 2023 ternyata tidak begitu mulus, dibanding dengan 94 Tahun perjalanan PT Chevron Pasific Indonesia (CPI).
“Akhir-akhir ini kematian pekerja menjadi tempat sorotan utama untuk menghardik, menghujat, dan bahkan meminta untuk Direktur Utama PHR dicopot,” terang perwakilan Cipayung Plus, Ketua Umum GMNI Riau, Teguh Azmi, Rabu (25/1/2023).
Teguh menegaskan, tujuh peristiwa kematian yang terjadi di PHR dalam kurun waktu tujuh bulan terakhir membuatnya mempertanyakan pelaksanaan sistem manajemen K3 yang diterapkan oleh PHR.
“Dapat kita lihat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Kegiatan Produksi Migas tergolong kegiatan yang wajib menerapkan K3. Aturan K3 secara khusus juga dapat kita lihat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja,” cakapnya.
Cipayung Plus menilai, apabila merujuk pada undang undang di atas dan dengan tujuh peristiwa kematian ini menunjukkan gagalnya penerapan sistem manajemen K3 di PHR.
Sebab itu, Teguh menyampaikan Cipayung Plus Riau meminta sanksi yang layak diberikan atas kelalaian penerapan sistem manajemen K3 berdasarkan Pasal 190 ayat (2) Undang-undang no 13 tahun 2003 yaitu mulai dari pemberhentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi sampai kepada pencabutan izin.
“Sanksi diberikan kepada enam perusahaan itu mulai dari PT Asia Petrocom Service, PT PHR, PT Elnusa Fabrikasi Konstruksi, PT Asrindo Citra Seni Satria, PT Andalan Permata Buana, hingga PT Berkat Karunia Pahala,” katanya.
Tak berhenti di situ, Cipayung Plus Riau juga menyampaikan tuntutan terkait kematian pekerja PHR sejak Juli 2022 lalu.
“Kami minta Menteri BUMN dan Dirut Pertamina memberhentikan Dirut PHR, Jaffe A Suardin, sebab dianggap tidak becus bekerja, dan tidak ada progres dalam mengelola PHR sejauh ini, dan sebab banyaknya korban jiwa pegawai yang terjadi secara berulang dalam bekerja di PHR,” tegasnya.
“Kami juga mendesak SKK Migas dan Disnakertrans Provinsi Riau membentuk tim independen untuk mengevaluasi penerapan sistem manajemen K3 di WK Rokan PHR. Terakhir menuntut PHR menunaikan hak tujuh pekerja yang meninggal dunia hingga menjamin penuh pendidikan ahli warisnya,” terang Teguh.
Apabila tuntutan tak diindahkan, kata Teguh, Cipayung Plus Riau akan menyegel PHR dan melakukan aksi serentak.
“Jika tuntutan ini tidak diindahkan dalam kurun waktu 2 x 24 jam, maka kami akan lakukan penyegelan PHR, melaksanakan aksi atas peristiwa kematian ini, dan mengirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi,” tukasnya.
Untuk diketahui, organisasi Cipayung Plus Riau merupakan gabungan dari beberapa organisasi kelompok mahasiswa yang terdiri dari PMII, HMI, KAMMI, GMNI, PMKRI, HIMA Persis, IMM, SEMMI, GMKI.
Editor : Soleh
Sumber : cakaplah.com