Home Riau Duri

Codet Penunggu Rimba, Demi Menjaga Habitatnya di Ambang Punah

Duri
Senin, 26 Agustus 2024, 20:36 WIB
Codet keluar dari rimba mencari sumber pakan.(foto:ist)
Codet keluar dari rimba mencari sumber pakan.(foto:ist)

HABITAT gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di ambang punah ranah. Seiring dengan gundulnya hutan, dampak dari perambahan besar- besaran puluhan tahun silam. Kawasan hutan semakin menipis, sumber pakan gajah pun musnah. Namun, masih ada gajah jantan tunggal di kantong Suaka Margasatwa (SM) Balairaja bertahan hidup yang setia menunggu rimba raya sampai sekarang, diasuh dan dipantau serta tercukupi sumber pakan di area perlintasannya.

Laporan: Soleh Albantani, Duri

Sore hari itu menjelang gelap akan tiba. Sang surya mulai tampak meredupkan cahaya di ufuk barat. Pepohonan rimba menari-nari. Suara angin bersiul-siul. Daun kering beterbangan disertai bunyi nyaring ranting kayu yang kering patah seperti terinjak beban besar.

Udara mulai terasa adem dan sejuk berganti malam, tiba-tiba dibalik rimbunan pohon, Codet berkalungkan sabuk Global Positioning System (GPS) Collar muncul, keluar dari sangkarnya. Tubuhnya tambun dan sembari memainkan belalai panjangnya menuju ke suatu arah atau sasarannya untuk mencari sumber makanan, karena perutnya merasa kelaparan.

Terowongan gajah di Jalan Tol Pekanbaru -Dumai Km 73 perlintasan penghubung antara SM Balairaja -GSK.(foto:ist)

Codet adalah nama gajah tunggal menunggu dan menjaga kawasan SM Balairaja Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis, Riau. Gajah jantan nan gagah dan perkasa ini, hidup menyendiri (soliter) sejak tahun 2016.

Singkat kisah, bermula sejak gerombolan induk gajah betina, jantan remaja, dewasa serta anak-anaknya pindah ke Giam Siak Kecil (GSK) Kabupaten Siak, Riau. Berpindahnya pasukan gergasi rimba ke rumah baru itu, paska kejadian ada seekor gajah mati tersengat listrik di Duri tahun 2016.

” Ada kisahnya diberi nama Codet, karena sering berkelahi ketika bertemu dengan gajah jantan liar lainnya. Akibatnya banyak luka di sekujur tubuhnya, kedua gadingnya juga patah,” kata Manager Education Program  Rimba Satwa Foudation (RSF) Duri, Riau, Solfarina, Senin (19/8/2024).

Alkisah singkatnya, sekarang di kantong SM Balaraja hanya ada Codet dan Getar, dua gajah jantan dewasa ini,  jarang terlihat lagi dan tak pernah akur paska pertengkaran sengit di belakang Kantor Camat Pinggir, Kabupaten Bengkalis pada tahun 2015 silam. Akibatnya Codet  kehilangan gadingnya karena patah, sejak perkelahian kala itu.

Penjaga Kantong SM Balairaja dan Sekitarnya

Codet gajah soliter sangat agresif. Walaupun umurnya sudah 70 tahun. Bolak balik ke SM GSK dilakoninya ketika datang musim kawin saja. Dalam setahun tiga atau empat kali dan kembali lagi ke kantong SM Balairaja.

Kini yang tersisa hanya ada dua gajah jantan bertahan hidup, yakni Codet gajah tua
dan Getar gajah muda yang terpisahkan karena tidak pernah akur, setelah pertarungan sengit beberapa tahun lalu di SM Balairaja. Sehingga kedua pejantan tangguh ini memiliki area jelajahnya masing-masing.

Area jelajah Codet seberat sekitar 3,9 ton dan tinggi sekitar 3 meter lebih, menjangkau di dua kabupaten, yaitu SM Balairaja Kabupaten Bengkalis dan SM GSK Kabupaten Siak, kantong populasi gajah SM Balairaja dan kantong populasi SM GSK merupakan satu koridor gajah yang saling terhubung.

Sementara jelajah Getar lebih banyak di area Duri Steam Flood (DSF)/ladang minyak Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Duri sampai ke SM GSK Kabupaten Siak, Riau.

Kondisi kawasan hutan alami di wilayah Duri, tersisa hanya Hutan Talang, Hutan Konservasi PT Kojo dan di hutan wilayah ladang minyak DSF PT PHR, selain itu hutannya sudah beralih fungsi. Namun Codet sudah terbiasa hidup diantara manusia, di perkebunan dan permukiman, mencari makan dari kebun-kebun dan terusir di habitatnya sendiri.

” Ya boleh juga disebut Codet sebagai penunggu atau penjaga tunggal hutan konservasi dan SM Balairaja. Kalau sumber pakannya tercukupi. Tidak akan pernah kelaparan. Karena di area perlintasannya sudah kita tanam tanaman kesukaannya. Selain tanaman jadi pakan gajah juga menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat sekitarnya,” jelas Solfarina.

Dahulu telah ditetapkan oleh pemerintah hutan konservasi SM Balairaja seluas 18.000 hektar pada tahun 1986. Kemudian pada tahun 1992, suaka margasatwa ini ditetapkan juga sebagai kawasan konservasi gajah Sumatera.

Kini, SM Balairaja dalam kondisi benar-benar kritis. Ironisnya, dalam suatu kajian menyatakan, penyelamatan populasi gajah jadi sulit karena habitatnya terus menyusut. Otomatis, terjadi konflik antara gajah dengan manusia karena wilayah jelajah gajah bertabrakan dengan garapan masyarakat maupun perusahaan.

Sekarang SM Balairaja kawasan konservasi sudah parah, dari 15.343 hektar kawasan konservasi menipis menjadi sekitar 350 hektar, hutan yang tersisa. Semakin masifnya aktivitas manusia, tidak hanya masyarakat, juga ada fasilitas negara dibangun. Di sana sudah ada kantor pemerintahan, gedung sekolah, dan tempat perkemahan pramuka dan sebagainya.

Semenjak imbas dari pembangunan jalan, perumahan, perkebunan dan lahan pertanian serta perkebunan ruang gerak perlintasan gajah kian tergerus. Kini jumlahnya sekitar 60 ekor gerombolan gajah berada di SM GSK pindahan dari SM Balairaja. Disana hewan yang dilindungi ini, merasa lebih nyaman, tenang dan aman dari gangguan. Di rumahnya yang baru SM GSK ada hutan konsesi masih lebat dan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Arara Abadi serta banyak sumber pakan tersedia. Sehingga gerombolan gajah betina dan anak-anaknya yang pindah dari SM Balairaja dapat bertahan hidup dan dapat meminimalisir konflik dengan manusia.

“Kantong populasi SM GSK lebih kurang 100.000 hektar, sementara kantong populasi SM Balairaja lebih kurang 40.000 hektar saja,” papar Solfarina.

Sebagaimana diketahui, data tahun 1980-an, wilayah jelajah gajah Sumatera berjumlah 44 kantong yang tersebar mulai dari Aceh hingga Lampung. Namun data tahun 2011, hanya tersisa 23 kantong.

Sementara di Riau, ada delapan kantong gajah Sumatera antara lain, Tesso Nilo Tenggara, Tesso Nilo Selatan, Serangge, Petapahan, Mahato, Koto Tengah, Giam Siak Kecil dan Balairaja.

Mendatangi Gajah Betina Saat Musim Kawin

Codet akan bolak balik ke GSK ketika tiba musim kawin. Codet didorong oleh nalurinya untuk mencari pasangan. Dalam setahun tiga atau empat kali. Berbagai rintangan dihadapi selama dalam perjalanan untuk hasrat birahinya. Jarak yang dilintasi menuju ke GSK Kabupaten Siak sekitar 60 Km.

Saat musim kawin, Codet biasanya muncul tanda tertentu. Tanda-tanda gajah jantan dewasa sedang masa kawin itu dinamakan masa musth, ditandai dengan adanya cairan seperti minyak yang keluar dari kelenjer antara mata dan telinga.

Sedangkan pada gajah betina namanya masa estrus (panas) adalah tanda ovulasi dan kemampuan untuk hamil. Estrus ini terjadi hanya beberapa hari pada setiap tahun. Oleh karena periode kawin yang sangat singkat inilah gajah betina tidak pernah jauh dari gajah jantan.

Gajah jantan akan meraba menggunakan belalainya pada alat vital gajah betina, jika betina dengan masa estrus maka breeding akan terjadi, jika tidak biasanya gajah betina akan duduk tanda menolak.

Gajah betina hanya melahirkan seekor anak saja, dalam keadaan langka pernah juga yang melahirkan kembar sampai dua anak. Masa bunting gajah betina selama 22 bulan.

Hal sangat menarik perhatian pada  Februari 2022 silam, Codet sempat viral melalui video di media sosial sebab gajah tua tersebut terpaksa melintasi Jalan Tol Pekanbaru – Dumai di Km 73 dan terekam kamera.

Saat itu, Codet diduga sedang mencari pasangan. Gergasi rimba ini melintas dari area SM GSK untuk menuju SM Balairaja. Pada saat itu kondisi terowongan banjir dan tergenang air hujan. Sehingga tidak dapat dilewati Codet. Terowongan dibangun dengan ukuran lebarnya kira-kira 45 meter dan tinggi sekitar 6 meter.

Menanam Tanaman Pakan Gajah di Area Perlintasan

Codet tidak akan kelaparan ketika keluar dari sangkarnya. Titik-titik area perlintasannya sudah ada tanaman pakan tersedia. Ada makanan disukai dan tidak disukai gajah. Seperti pisang, pepaya, kako, alpukat dan tanaman pakan lainnya.

Upaya konservasi gajah Sumatera ini, diperkuat dengan program agforestri, yang melibatkan masyarakat di sekitar area jelajah gajah liar. Bersama mitranya RSF,  PHR mendorong pemulihan habitat gajah dengan menanam tanaman pakan di area perlintasan gajah.

Bibit tanaman pakan gajah dibudidayakan oleh RSF Duri.(foto:ist)

Selain itu, menanam tanaman yang rendah gangguan atau tidak disukai gajah, tapi bernilai ekonomi tinggi bagi masyarakat sekitarnya.

Upaya ini diharapkan dapat mengurangi interaksi negatif dengan gajah melalui pemberdayaan pertanian. Jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman yang rendah gangguan dari gajah, tetapi bernilai ekonomi tinggi, meliputi: durian, matoa, kopi, alpukat, aren dan tanaman lainnya.

Total luas lahan tanam pohon hingga saat ini mencapai 224 hektar. Tersebar di empat desa dan dua kecamatan di Kabupaten Bengkalis, Riau. Pengayaan tanaman pakan di area perlintasan gajah, diharapkan dapat mencegah satwa mendekati perkebunan atau permukiman warga. 

“Selain memberikan dampak pada satwa dan lingkungan, kita juga memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat yang lebih luas,” ujar VP Corporate Secretary PHR, Rudi Ariffianto.

Kelompok-kelompok gajah liar di SM Balairaja dan GSK kini dapat dipantau secara real time, melalui sistem navigasi berbasis satelit GPS berkat lima unit kalung GPS collar, yang dipasang pada pemimpin kelompok gajah. Kalung GPS berfungsi untuk memonitor pergerakan dan memberikan data lokasi keberadaan kelompok gajah, sehingga potensi konflik gajah dan manusia dapat dimitigasi lebih dini.

Berdasarkan data RSF, sepanjang 2021 – 2023, terdapat 178 konflik antara gajah dan manusia, dan 156 diantaranya dapat ditangani dengan baik.

Gajah dan Petani Hidup Rukun

Seorang petani sekaligus Sekretaris Kelompok Tani Hutan (KTH) Alam Pusaka Jaya, di Desa Pinggir Kecamatan Pinggir, Bengkalis, Suparto menjadi saksi hidup transformasi hubungan manusia dan gajah di SM Balairaja.

Sebagai pemilik lahan dan perkebunan di area yang berdampingan dengan kantong gajah SM Balairaja, dulu Suparto awalnya menggunakan petasan untuk mengusir kawanan gajah liar. Namun, seiring dengan meningkatnya kesadaran demi menjaga keseimbangan ekosistem, ia pun mulai meragukan efektivitas cara yang justru menyakiti hewan mamalia yang terancam hampir punah.

“Gajah ada hak untuk hidup dan mencari makan. Dulu kami sering konflik dengan gajah, tapi sekarang kami bisa hidup berdampingan,” ujarnya.

Pada tahun 1995 hingga 2020, warga menggunakan cara kuno dan berbahaya untuk mengusir kawanan gajah liar. Warga merasa kesal lantaran hewan berbadan bongsor tersebut acapkali memakan tanaman sawit dan karet milik warga.

“Warga yang kesal, selalu mengusirnya dengan petasan,” katanya.

Kini Suparto dan warga setempat sudah berdamai. Sejak mengenal RSF, yang merupakan mitra program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) PT PHR, Suparto pun akhirnya mendapatkan edukasi dan sosialisasi.

Dulu dianggap warga gajah itu hama, sebelum menjalankan program agroforestri. Baru menyadari setelah mereka menanam tanaman yang tidak disukai gajah namun memiliki nilai ekonomi tinggi.

“Kami diberikan edukasi oleh PHR dan RSF, hingga terbentuklah KTH Alam Pusaka Jaya ini,” tuturnya.

Bersama anggota KTH lainnya, Suparto saat ini mengelola program agroforestri yang merupakan program kemitraan RSF dan PHR. Upaya ini diharapkan dapat mengurangi interaksi negatif dengan gajah melalui pertanian. Jenis tanaman yang digunakan adalah tanaman yang rendah gangguan dari gajah, tetapi bernilai ekonomi tinggi, meliputi: durian, matoa, kopi, alpukat, dan aren.

Mereka juga melakukan rehabilitasi habitat dengan menambah volume tumbuhan yang menjadi pakan kesukaan gajah. Mereka menggarap budidaya rumput Odot (Pennisetum purpureum) yang disukai gajah. Rumput itu dipelihara di sebuah pekarangan kecil di belakang rumah-rumah warga.

Saat ukurannya cukup besar, rumput-rumput itu kemudian ditanam kembali di koridor jalur gajah, tepi sungai, atau batas-batas kebun masyarakat. Tujuannya agar gajah tetap berada di jalurnya dan mendapatkan sumber makanan. Dengan cara ini, permukiman dan kebun warga tetap aman dari gangguan gajah, dan mereka dapat hidup berdampingan.

“Program ini sangat membantu dalam mengatasi interaksi negatif dengan gajah, sehingga konflik antara gajah dan manusia mengecil,” kata Suparto.

Di sisi lain, suksesnya KTH Alam Pusaka Jaya tidak lepas dari kekompakan dan rasa tanggung jawab seluruh anggota.

Kisah Suparto dan KTH Alam Pusaka Jaya membuktikan bahwa konflik antara manusia dan satwa liar dapat diselesaikan melalui kerjasama dan upaya bersama. Dengan menerapkan praktek-praktek pertanian berkelanjutan dan menjaga kelestarian alam, mereka dapat hidup harmonis dengan alam.

Corporate Secretary PHR WK Rokan, Rudi Ariffianto menjelaskan, upaya-upaya konkret tersebut merupakan implementasi dari program TJSL. PHR bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dan Rimba Satwa Foundation (RSF) terus berupaya melindungi dan melestarikan gajah dan habitatnya.

“Gajah adalah hewan yang penting bagi ekosistem, dan mereka memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan alam,” kata Rudi.

Secara umum, program agroforestri ini berupa pengembangan sistem tanaman di lahan-lahan milik masyarakat yang kerap berkonflik dengan gajah. Terutama masyarakat yang lahannya berada di home-range dan perlintasan gajah dilibatkan, dengan menanam berbagai jenis tanaman yang rendah gangguan dari gajah, namun bernilai ekonomi tinggi.

Inisiatif program agroforestri ini memiliki manfaat yang multi dimensi. Selain mendukung pengurangan jejak karbon melalui penanaman pohon, menjaga keanekaragaman hayati, memberdayakan ekonomi masyarakat, juga memperbesar ruang di mana gajah dapat diterima oleh masyarakat. Dengan demikian ruang-ruang yang berpotensi konflik akan mengecil.

Raih Anugerah Green World Environment Awards 2024 di Brasil

Program Konservasi Gajah Sumatera yang dijalankan PHR meraih penghargaan bergengsi Green World Environment Awards 2024 sebagai Global Winner untuk kategori Fuel, Power & Energy/Conservation & Wildlife Projects.

Pencapaian global tersebut diraih PHR berkat program TJSL yang berfokus pada pelestarian habitat gajah dan mengatasi konflik terhadap manusia.

Hal ini merupakan bukti nyata komitmen PHR dalam menjaga kelestarian lingkungan, khususnya melindungi gajah Sumatera yang terancam punah. PHR WK Rokan merupakan satu dari 25 perusahaan penerima penghargaan dari total 500 kompetitor lain dalam penghargaan untuk praktik terbaik lingkungan dari seluruh dunia. Penganugerahan tersebut diserahkan CEO The Green Organization Robert Wolen dan diterima oleh Manager Corporate Social Responsibility (CSR) PHR WK Rokan Pinto Budi Bowo Laksono di Sao Paolo, Brasil, Senin (25/03/2024).

“Kami bersyukur atas pencapaian ini, penghargaan Green World Environment Awards yang kami diterima PHR dapat memotivasi kami untuk berkontribusi lebih baik lagi pada konservasi lingkungan di mana PT PHR beroperasi,” sebut Pinto.

Penghargaan kelas dunia ini diraih PHR dalam program konservasi gajah di Provinsi Riau. PHR bersama mitranya RSF dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau telah memasang GPS Collar sebanyak 5 untuk kelompok gajah di alam liar. Upaya pemantauan yang dilakukan PHR dapat mengetahui pergerakan gajah secara realtime, melalui sabuk GPS collar yang dikalungkan tersebut.

Selain kalung GPS, PHR juga menyumbangkan 18 unit kamera pengintai (camera trap) yang diletakkan di berbagai lokasi strategis di habitat gajah. Kalung GPS yang dipasangkan di leher gajah berfungsi untuk memonitor pergerakan kawanan gajah melalui satelit dan memberikan data lokasi keberadaan kelompok gajah. Dengan demikian potensi konflik gajah dan manusia dapat dimitigasi lebih dini. Sementara itu, kamera pengintai dipasang di sejumlah titik di kawasan perlintasan gajah guna memberikan informasi visual.

Keberhasilan ini menjadi bukti nyata komitmen PHR dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup, khususnya melindungi populasi Gajah Sumatera di habitatnya. Program konservasi ini diharapkan dapat terus memberikan dampak positif bagi habitat dan kelangsungan hidup Gajah Sumatera.

“Upaya yang kami lakukan pada intinya untuk menggugah dan mengajak partisipasi masyarakat untuk berbagi pola ruang terhadap satwa yang dilindungi tersebut,” ujar Pinto.

Gajah Sumatera sejak 2011 termasuk dalam daftar merah The International Union for Conservation of Nature (IUCN), dengan status kritis atau sangat terancam punah (critically endangered). Hal ini disebabkan karena populasi gajah Sumatera yang menurun lebih dari 80 persen dalam waktu sekitar 75 tahun terakhir.

Penurunan populasi gajah Sumatera terutama disebabkan oleh hilangnya habitat, degradasi hutan dan fragmentasi habitat serta perburuan. Berbagai program kolaboratif dilaksanakan PHR untuk menjaga kelestarian alam. Seperti program agroforestri yang bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat, pemulihan fungsi hutan sebagai habitat satwa, dan pengurangan konflik antara gajah dan manusia di lanskap koridor Balairaja – GSK, Provinsi Riau.

“Hal inilah yang mendorong PHR untuk terus berupaya dalam melestarikan habitat gergasi rimba tersebut. Semoga anak cucu kita nanti masih bisa dapat melihat satwa dilindungi ini,” paparnya.

Vice President Corporate Communication PT PHR, Fadjar Djoko Santoso mengatakan Pertamina mendorong seluruh anak usaha untuk mengembangkan Program TJSL yang diperlukan masyarakat di wilayah operasi, termasuk memberikan perlindungan  terhadap habitat flora dan fauna.

“Pertamina hadir dan beroperasi di setiap wilayah tidak hanya melakukan eksplorasi sumber daya energi tetapi juga menjaga lingkungan tetap berkelanjutan,”tandas Fadjar.

Kantong SM Balairaja sepanjang masih ada Codet penunggunya, senantiasa terjaga keasrian dan lestari rimbanya. Satu-satunya mamalia yang diasuh dan dipantau. Namun di masa mendatang, sangat dikuatirkan jika Codet mati nanti, tidak ada generasi pengganti penerusnya. Habitat gajah pun di kantong SM Balairaja akan punah ranah. Maka tidak akan ada ditemukan gergasi rimba tampak berkeliaran di area perlintasannya lagi.***

Berita Menarik Lainnya

Rekomendasi