Home Riau Duri

Ancaman Punah Datang Menderu, Pasukan Belalai Harus Diasuh

Duri
Rabu, 25 Oktober 2023, 19:06 WIB
Codet dan gajah betina berkumpul di SM Giam Siak Kecil ketika musim kawin.(foto: soleh)
Codet dan gajah betina berkumpul di SM Giam Siak Kecil ketika musim kawin.(foto: soleh)

PT Pertamina  Hulu Rokan (PHR) Wilayah Kerja (WK) Rokan, dengan langkah dan daya upaya jitunya, senantiasa berikhtiar menjaga rimba raya dan menyelamatkan pasukan belalai (gerombolan gajah) dari ancaman akan musnah. Ini merupakan salah satu program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PHR dalam upaya melindungi satwa endemik gajah Sumatra (Elephas Maximus Sumatranus) di Riau. 

Laporan: SOLEH ALBANTANI, Duri

Jumar, seorang petani, sangat merindukan apabila tidak jumpa pasukan belalai, seperti anak asuhnya, dalam beberapa bulan saja. “Kemanalah datuk pergi, sudah lama tak datang ke sini?” Biasanya, dalam beberapa hari kemudian gajah tampak muncul di halaman atau di belakang pabrik tahu miliknya, yang berhadapan langsung dengan rumahnya.

Memang di lingkungan sekitar Jumar,  kian padat penduduknya. Tak seperti pertama kali dia datang, di sekitarnya masih ada hutan, masih ada pepohonan dan semak pun masih lebat.

Setiap tahun,  pasti ada saja rumah baru penduduk dibangun. Jumar juga dipanggil untuk membuat rumah alias menjadi tukang  bangunan. Waktu itu, hanya ada jalan setapak dilewati. Kini perkebunan juga makin luas.

Jumar, sudah 20 tahun tinggal di Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau. Sebagai petani dia menanam Jengkol, Singkong dan jenis tanaman lainnya. Jumar sudah tidak asing lagi dengan kedatangan gajah secara tiba-tiba, di permukiman maupun kebunnya.

“Datuk” dia memanggil pemimpin pasukan belalai itu. Sekitar tahun 2005, gerombolan gajah biasa sekali datang dengan jumlah sekitar 30-40 individu. Ketika datang memakan tanaman, seperti sawit, tanaman kelapa muda dan jenis tanaman lainnya.

Jumar tidak pernah memperlakukan gajah dengan kasar. Apalagi ada niat membunuhnya. Rumahnya pun tak penah terganggu gajah. Dia katakan, kalau mereka diperlakukan kasar, gajah marah, merusak tanaman sampai merobohkan rumah.

Dia katakan, kadang ada juga warga ketika mengusir dengan melempar, bahkan ada yang menembak gajah. Ada niat atau maksud ingin membunuhnya.

“Orang yang kasar rumahnya  akan habis dirusak gajah. Hewan ini seperti halnya manusia tidak bisa dikasari. Dia akan marah, lalu menghancurkan rumah dekat sini.”ujarnya.

Jumar sanggup menggiring puluhan gajah itu sendiri ke hutan Talang di komplek Pertamina Hulu Rokan (PHR) Duri, disana masih ada hutan tersisa di Balairaja. Gerombolan gajah dituntunnya  dengan cahaya lampu senter. 

“Kalau waktu mengusir ikuti di belakang. Ayo, tuk. Aku antarkan sampai ke tempat istirahatmu. Seperti mengasuh anak kecil. Itu saja, “sebutnya.

Namun, belakangan ini, hanya  tersisa tiga ekor gajah, yakni sepasang dengan anak satu. Itupun sudah jarang nampak lagi.

“Entahlah. Sekarang kenapa jumlahnya bisa kurang gajah itu, ke mana perginya?” kata Jumar, dengan nada keheranan.

Hutan Gundul Pakan Gajah Musnah

Pemerintah sudah menetapkan konservasi SM Balairaja seluas 18.000 hektar pada 1986. Kawasannya adalah bagian dari Balairaja (Blok Libo) keseluruhan di kawasan Sebanga. Kemudian pada 1992, suaka margasatwa ini ditetapkan juga sebagai kawasan konservasi gajah Sumatra.

Wilayah Balairaja ini, dahulu disebut dengan Blok Libo, secara administrasi, karena terletak antara dua Kecamatan Mandau dan Kecamatan Pinggir, Bengkalis. Dari 1924, wilayah ini sudah jadi bagian konsesi eksploitasi dan eksplorasi migas. Pada 1970-an, beberapa konsesi masuk terutama ‘perkebunan’ akasia dan sawit.

Dalam suatu kajian berjudul “Analisa Konservasi Gajah Sumatra di Kantong Balai raja (Blok Libo), Kabupaten Bengkalis, Riau,” disebutkan, pada 2000-an, suaka margasatwa dan kawasan konservasi terjadi perambahan besar‐besaran untuk perkebunan sawit. Jadi, pada 2010, dari luas 18.000 hektar suaka margasatwa hanya tersisa sekitar 200 hektar saja.

Hutan masih tersisa tersebut dalam kajian itu, masuk dalam wilayah perlindungan PT PHR, sebelumnya PT Chevron Pasific Indonesia, perusahaan migas.

Kini, SM Balairaja dalam kondisi kritis. Ironis kajian ini menyatakan, penyelamatan populasi gajah jadi sulit karena habitatnya terus menyusut. Otomatis, terjadi konflik antara.gajah dengan manusia karena wilayah jelajah gajah bertabrakan dengan garapan masyarakat maupun perusahaan.

“Balairaja, kondisi kawasan konservasi sudah parah dari 15.343 hektar kawasan konservasi sekitar 350 hektar yang masih ada hutan. Ada aktivitas manusia, tidak hanya masyarakat, juga fasilitas negara. Di sana sudah ada kantor pemerintahan, gedung sekolah, dan tempat pramuka juga,” kata Manager Education Program  Rimba Satwa Foudation (RSF), Solfarina.

Jumlahnya sekitar 60 ekor lebih gajah berada di SM Giam Siak Kecil pindahan dari SM Balairaja. Kawanan gajah lebih nyaman, tenang dan aman dari gangguan. Di rumahnya yang baru SM Giam Siak Kecil, ada hutan konsesi masih lebat dan HTI PT Arara Abadi serta banyak sumber pakan. Sehingga gajah betina yang berhijrah dari SM Balairaja dapat bertahan hidup dan dapat meminimalisir konflik dengan manusia.

“Kantong populasi SM Giam Siak Kecil lebih kurang 100.000 hektar, kantong populasi Balairaja hanya lebih kurang 40.000 hektar saja,” jelasnya.

Codet Bertahan di SM Balairaja

Codet tanpa gading, satu-satunya gajah jantan yang masih hidup di kantong SM Balairaja dengan menginjak usia 70 tahun. Memiliki berat badan sekitar 6 ton lebih dan tinggi sekitar 3 meter lebih. Pergerakan Codet terpantau dengan GPS Collar yang dikalungkan pada lehernya oleh PT PHR.

Sebelumnya, di SM Balaraja hanya ada Codet dan Getar, dua gajah jantan dewasa ini,  jarang terlihat lagi dan tak akur sejak pertengkaran di Kantor Camat Pinggir, pada 2015.

Akibatnya, Codet  kehilangan gadingnya, sejak perkelahian kala itu. Pada  Februari 2022 lalu, Codet sempat viral melalui video di media sosial sebab gajah tersebut terpaksa melintas di Jalan Tol Pekanbaru – Dumai Km 73. Hal tersebut dikarenakan terowongan saat itu, tergenang air hujan. Terowongan dibangun dengan ukuran lebar kira-kira 45 meter dan tinggi sekitar 6 meter.

Codet satu satunya gajah jantan dikalungi GPS collar masih bertahan di SM Balairaja.(foto:soleh)

Hal ini jelas membuktikan bahwa masih banyak kekurangan pada terowongan ini. Pihak  RSF telah mencoba membicarakan persoalan ini kepada pemerintah, usulan membangun pagar besi setinggi 3 meter sebagai pengganti tembok-tembok terowongan. Lalu, usulan penanaman pakan di sekitar terowongan juga dicanangkan. Namun, usulan yang diajukan pihak RSF hingga saat ini belum ditanggapi lebih lanjut oleh pemerintah.

Kemudian, RSF dan pihak patroli bertugas memastikan perlintasan gajah aman dan memberi informasi pada masyarakat sekitar apabila gajah-gajah sudah mendekati perlintasan. Dengan memprediksikan jika tidak dijaga dengan baik, maka gajah sebagai hewan yang dilindungi akan punah ranah pada 2025. Oleh sebab itu, RSF berharap masyarakat sekitar dapat saling mendukung melestarikan satwa yang dilindungi tersebut.

Selain itu, RSF juga ada upaya dan pernah menginisiasi program nursery, yaitu program pembibitan tanaman. 

Bibit tanaman ini nantinya akan dibagikan kepada para petani secara cuma-cuma di sekitar kawasan kantong Gajah Balairaja dan Giam Siak Kecil. Bibit tanaman tersebut berupa Kako, Petai, Alpukat, Mangga, dan Jengkol. Hal ini adalah upaya mengurangi konflik antara petani dan gajah dan mengurangi peresapan air yang mengakibatkan udara panas dan gersang di Riau.

Sebab, sebagai kawasan kantong gajah, perkebunan milik masyarakat acapkali menjadi imbas dari hewan yang dilindungi tersebut. Hal ini membuat kelompok RSF menginisiasi program agroforestary, yakni pembagian bibit tanaman hasil nursery kepada para petani. Dari program agroforestary, terbentuklah Kelompok Hasil Tani (KTH) yang bertugas mengembangkan program tersebut dan membantu konservasi gajah. Dengan harapan gajah tidak disebut sebagai hama, melainkan suatu rantai mutualisme manusia, dimana gajah dan manusia hidup rukun sebagai satu kesatuan ekosistem.

Ancaman Pembukaan Jalan Baru 

Ruang hidup gajah tak hanya tergerus karena perambahan hutan hingga menjadi gundul, permukiman, perusahaan perkebunan, Hutan Tanaman Industri (HTI) maupun pertambangan, juga pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jalan tol.

Kini, pembukaan ruas-ruas jalan baru kabupaten pun melewati sekitar kawasan Balairaja. Bahkan, rencana masuk zona inti dan mendapat protes berbagai kalangan.

Terowongan perlintasan gajah di km 73 Jalan Tol Pekanbaru -Dumai.(foto: soleh)

Gajah kian terdesak, konflik dengan manusia bakal makin sering terjadi. Sehingga masyarakat akan kebingungan  menghalau dan menggiring gajah karena tak ada tempat lagi.

Gajah SM Balairaja sebelum hijrah ke SM Giam Siak Kecil, dahulu sering ada dari kebun ke kebun milik warga. Intensitas gajah pada satu titik lokasi juga sering ditemukan dan meningkat tiap tahun. Kini wilayah jelajah mereka terus menyempit.

Aktivitas manusia makin banyak sejak jalan itu terbentang. Banyak rumah berdiri termasuk ruko. Perubahan ini akan meningkatkan jumlah konflik manusia dan gajah di Balai raja.

Dari pengamatan RSF, dalam satu lokasi gajah Balairaja biasa datang tiga kali dalam setahun. Sejak dibangun Jalan Lingkar Barat Duri ada, kebiasaan itu meningkat dua kali lipat.

Sebelum Jalan Lingkar Barat Duri dibangun, Balairaja menyimpan jumlahnya 24 ekor lebih gajah. Kini, hanya tersisa empat ekor. Selain Seruni dan Rimba, ada Codet dan Getar. Sisanya, di SM Giam Siak Kecil dan tak dapat kembali lagi setelah peristiwa gajah mati kesetrum listrik di Duri, pada 2016.

Puluhan mamalia bertubuh tambun itu tak dapat pulang lagi ke Balairaja, juga gara-gara parit, yang dibangun PT Adei Plantation and Industry, perusahaan sawit asal Malaysia.

” SM Balairaja hanya ada seekor gajah jantan tunggal bernama Codet. Walau Codet sering bolak balik ke SM Giam Siak Kecil pada musim kawin saja. Si Codet tetap kembali lagi ke SM. Mungkin menjadi penunggu atau penjaga kawasan konservasi Balairaja, ” jelas Solfarina.

PHR Kalungkan GPS Collar dan Sediakan Pakan Gajah

Upaya PT PHR bersama mitra pelaksana RSF, menyerahkan dua unit GPS Collar kepada Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, belum lama ini. 

Alat ini  merupakan perangkat yang berfungsi untuk mentraker keberadaan gajah Sumatra, dikalungkan di lehernya.

Kedua alat itu, sudah dipasangkan untuk dua ekor gajah liar pada habitat di wilayah Kecamatan Minas Kabupaten Siak dan Duri, Kabupaten Bengkalis. 

VP Corporate Secretary PHR, Rudi Ariffianto mengatakan, dukungan GPS Collar ini merupakan salah satu program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PHR dalam upaya melindungi satwa endemik gajah Sumatra di Riau. Ini merupakan program lanjutan, dimana sebelumnya PHR bersama BBKSDA Riau dan RSF sudah memasang tiga unit GPS Collar untuk tiga ekor gajah liar dewasa di SM Balairaja, Kecamatan Pinggir. Sedangkan dua unit GPS Collar yang baru, akan dipasang untuk seekor gajah dewasa pada Kelompok Sebelas di Minas, dan seekor gajah dewasa bernama Getar di SM Balai raja. 

“Ini kelanjutan dari pemasangan tiga GPS Collar sebelumnya yang sudah dipasangkan untuk gajah liar dewasa. GPS Collar merupakan alat untuk memantau pergerakan gajah liar. Alat ini akan memberi informasi keberadaan gajah liar, sehingga konflik dengan manusia dapat dicegah sejak dini,” katanya.

Sejauh ini, pemasangan GPS Collar berjalan cukup efektif mengurangi interaksi negatif satwa gajah dengan masyarakat. Monitoring gajah dengan GPS Collar sudah menjangkau 32 desa melalui laporan berkala harian, sehingga konflik yang menimbulkan kerugian dapat diantisipasi sejak dini.

“Hal ini sangat bermanfaat untuk mengatasi konflik antara gajah dan manusia, termasuk monitoring dan patroli satwa,” kata Rudi lagi.    

Upaya konservasi gajah Sumatra diperkuat dengan Program Forestry, yang melibatkan masyarakat di sekitar area jelajah gajah liar. Bersama RSF,  PHR mendorong pemulihan habitat gajah dengan menanam tanaman pakan di area perlintasan gajah. Selain itu, menanam tanaman yang rendah gangguan atau tidak disukai gajah, tapi bernilai ekonomi tinggi bagi masyarakat.

Total luas lahan tanam pohon hingga saat ini mencapai 224 hektar. Tersebar di empat desa dan dua kecamatan di Bengkalis. Pengayaan tanaman pakan di area perlintasan gajah, diharapkan dapat mencegah satwa mendekati perkebunan atau permukiman warga. 

“Selain memberikan dampak pada satwa dan lingkungan, kita juga memberikan dampak ekonomi untuk masyarakat yang lebih luas,” sebutnya.

Kawasan Konservasi SM Balaraja Terbelah 

Bupati Bengkalis, Kasmarni sudah mendatangani perjanjian kerjasama dengan Kepala BBKSDA Riau.

Perjanjian kerjasama tentang pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan berupa pemanfaatan dan pengembangan transportasi terbatas di kawasan SM Giam Siak Kecil Kecamatan Talang Muandau dan SM Balairaja Kecamatan Pinggir.

Dia mengatakan, atas nama pribadinya dan juga Pemerintah Kabupaten Bengkalis, menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala BBKSDA Riau, yang bertindak atas nama Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian LHK beserta jajarannya, bersedia untuk melakukan penandatangan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Bengkalis.

Guna menjamin terwujudnya keutuhan, kelestarian dan manfaat kawasan serta meminimalkan dampak negatif baik langsung maupun tidak langsung sebagai akibat pembangunan infrastruktur strategis berupa jalan penghubung desa dan fasilitas umum dan sosial di SM Giam Siak Kecil serta jalan eksisting dan keterlanjuran jalan lingkar barat di konservasi satwa Balairaja.

“Apresiasi yang tinggi, tentunya kami berikan kepada Kementerian LHK khususnya BBKSDA Riau, atas dukungan serta keizinannya kepada kami Pemerintah Kabupaten Bengkalis, untuk melakukan pembangunan dan peningkatan infrastruktur, baik berupa pembangunan fasilitas umum berupa sarana prasarana pendidikan dan kesehatan, pembangunan transportasi terbatas di Desa Tasik Serai Dusun Bagan Benio yang berada dalam kawasan SM Giam Siak Kecil, maupun peningkatan infrastruktur jalan pada kawasan SM Balairaja, serta dukungan perlindungan dan pengamanan pada dua kawasan tersebut maupun dukungan lainnya,” ujarnya.

Bupati perempuan pertama itu mengakui, dukungan seperti ini merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan bagi Pemerintah Daerah serta masyarakat yang berada di dua kawasan tersebut, karena puluhan tahun  pemerintah daerah serta masyarakat menantinya, dan Alhamdulillah, baru tahun ini dapat terealisasikan. 

Mudah-mudahan melalui dukungan dan perjanjian kerjasama yang dibangun ini, cita-cita pemerintah daerah untuk membangun daerah serta masyarakat, khususnya yang berada di dalam dua kawasan tersebut agar dapat hidup lebih maju dan sejahtera tidak lagi mengalami hambatan berarti.

“Kami Pemerintah Kabupaten Bengkalis, tentunya siap menjalankan apa yang telah kita sepakati dalam perjanjian kerjasama ini baik meliputi letak dan luas areal kerjasama, rencana pelaksanaan program, hak dan kewajiban berbagai pihak, kode etik kerjasama dan lain-lainnya, termasuk juga jangka waktu dan perjanjian kerjasama yang kita tanda tangani hari ini,”pungkasnya.

Akhirnya, paling tidak dengan adanya beberapa langkah dan daya upaya  jitu yang dilakukan oleh PT PHR dan mitranya RSF,  dapat membawa asa kehidupan bagi satwa dan manusia dapat hidup berdampingan. Tanpa harus merugikan satu sama lain. Manusia diberikan kelebihan akal, agar dapat memikirkan bagaimana cara agar gajah bisa makan dan tidak merusak perkebunan warga.***

 

Tags in

Berita Menarik Lainnya

Rekomendasi